Pages

Subscribe:

Jumat, 25 Mei 2012

Puasa Sunah Di bulan Rajab



Puasa di bulan Rajab



حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ حَكِيمٍ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ سَأَلْتُ سَعِيدَ بْنَ جُبَيْرٍ عَنْ صَوْمِ رَجَبٍ وَنَحْنُ يَوْمَئِذٍ فِي رَجَبٍ فَقَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لَا يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لَا يَصُومُ و حَدَّثَنِيهِ عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُسْهِرٍ ح و حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ كِلَاهُمَا عَنْ عُثْمَانَ بْنِ حَكِيمٍ فِي هَذَا الْإِسْنَادِ بِمِثْلِهِ


Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Numair -dalam riwayat lain- Dan Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair telah menceritakan kepada kami bapakku telah menceritakan kepada kami Utsman bin Hakim Al Anshari ia berkata; Saya bertanya kepada Sa'id bin Jubair mengenai puasa Rajab, dan saat itu kami berada di bulan. Maka ia pun menjawab; Saya telah mendengar Ibnu Abbas radliallahu 'anhuma berkata; Dulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berpuasa hingga kami berkata berkata bahwa beliau tidak akan berbuka. Dan beliau juga pernah berbuka hingga kami berkata bahwa beliau tidak akan puasa. Dan telah meceritakannya kepadaku Ali bin Hujr telah menceritakan kepada kami Ali bin Mushir -dalam riwayat lain- Dan telah menceritakan kepadaku Ibrahim bin Musa telah mengabarkan kepada kami Isa bin Yunus keduanya dari Utsman bin Hakim di dalama isnad ini, yakni dengan hadits semisalnya. (HR Muslim 1960)

Habib Munzir AlMusawa menyampaikan “tak satupun dalil dari hadits Rasul shallallahu alaihi wasallam yang melarang Puasa Rajab, bahkan para Sahabat sebagian melakukannya, sebagaimana diriwayatkan dalam shahih Muslim di atas , bahwa Utsman bin Hakim Al Anshari bertanya pada Said bin Jubair mengenai Puasa Rajab, maka ia menjawab bahwa Ibn Abbas ra berkata bahwa Rasul shallallahu alaihi wasallam bila berpuasa maka terus puasa, dan bila tak puasa maka terus tak puasa. Riwayat tersebut menunjukkan bahwa tak ada pelarangan yang mengharamkan puasa rajab, bila ada pelarangan maka tentu akan disebutkan bahwa Rasul shallallahu alaihi wasallam, atau Ibn Abbas ra, atau Sa'id bin Jubair akan berkata bahwa itu haram dan dilarang.

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا خَالِدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ مَوْلَى أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ وَكَانَ خَالَ وَلَدِ عَطَاءٍ قَالَ أَرْسَلَتْنِي أَسْمَاءُ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ فَقَالَتْ بَلَغَنِي أَنَّكَ تُحَرِّمُ أَشْيَاءَ ثَلَاثَةً الْعَلَمَ فِي الثَّوْبِ وَمِيثَرَةَ الْأُرْجُوَانِ وَصَوْمَ رَجَبٍ كُلِّهِ فَقَالَ لِي عَبْدُ اللَّهِ أَمَّا مَا ذَكَرْتَ مِنْ رَجَبٍ

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya; Telah mengabarkan kepada kami Khalid bin 'Abdullah dari 'Abdul Malik dari 'Abdullah -budak- dari Asma' binti Abu Bakr dan dia juga adalah paman anaknya 'Atha, dia berkata; Asma' binti Abu Bakar pernah menyuruh saya untuk menemui Abdullah bin Umar agar menyampaikan pesannya yang berbunyi, 'Telah sampai kepada saya bahwasanya, engkau telah mengharamkan tiga hal; pakaian yang terbuat dari campuran sutera, pelana sutera yang berwarna merah tua, dan berpuasa di bulan Rajab seluruhnya.' Abdullah bin 'Umar berkata kepadaku; 'Mengenai berpuasa di bulan Rajab yang telah kamu singgung tadi, maka bagaimana dengan orang yang berpuasa selama-lamanya? ' (HR Muslim 3855)

Habib Munzir al Musawa menyampaikan “Ummulmukminin Aisyah ra menegur Abdullah bin Umar ra bahwa apakah betul ia melarang orang berpuasa Rajab, maka Abdullah bin Umar berkata : "Bagaimana dengan puasa seumur hidup?", ini menunjukkan tidak ada pelarangan dari Abdullah bin Umar ra mengenai puasa Rajab, dan pertanyaan itu muncul dari Aisyah ra memberikan pemahaman pada kita bahwa beliau melakukan puasa Rajab, bila beliau tak melakukannya maka paling tidak beliau (Aisyah ra) menyukai dan menyetujuinya, karena beliau menegur Abdullah bin Umar ra apakah betul ia melarang orang puasa rajab. Setumpuk dalil mereka kemukakan dan tak satupun ada hadits Rasul shallallahu alaihi wasallam yang melarang atau mengharamkan puasa rajab, namun mereka mengharamkannya seenak perutnya. Bila Ummulmukminin Aisyah menyetujuinya, kiranya darimanakah Aisyah mengenal hal itu?, dari kitab kah?, atau dari catatan catatan yang mungkin palsu dan salah cetak?, Dari suaminya tentunya, siapakah suaminya ? Sayyidina Muhammad Shallallahu alaihi wasallam dan Aisyah ra tak pernah mengetahui sesuatu dari Ilmu Syariah selain bersumber dari Suaminya, Rasulullh shallallahu alaihi wasallam. Aisyah ra mengingkari orang yg melarang puasa rajab, silahkan kita memilih antara pemahaman Wahabi yang sesat (salah paham) atau Ummulmukminin Aisyah ra.

Sebagaimana dikatakan oleh Al Hafidh Imam Nawawi bahwa tidak ada riwayat pelarangan puasa di bulan rajab, maka pelarangan akan hal itu adalah hal yang mungkar.

Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, “Katakanlah! Tuhanku hanya mengharamkan hal-hal yang tidak baik yang timbul daripadanya dan apa yang tersembunyi dan dosa dan durhaka yang tidak benar dan kamu menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak turunkan keterangan padanya dan kamu mengatakan atas (nama) Allah dengan sesuatu yang kamu tidak mengetahui.” (QS al-A’raf: 32-33)

Dalam hadits Qudsi , Rasulullah bersabda: “Aku ciptakan hamba-hambaKu ini dengan sikap yang lurus, tetapi kemudian datanglah syaitan kepada mereka. Syaitan ini kemudian membelokkan mereka dari agamanya, dan mengharamkan atas mereka sesuatu yang Aku halalkan kepada mereka, serta mempengaruhi supaya mereka mau menyekutukan Aku dengan sesuatu yang Aku tidak turunkan keterangan padanya.” (Riwayat Muslim)

Allah Azza wa Jalla berfirman, “Mereka menjadikan para rahib dan pendeta mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah“. (QS at-Taubah [9]:31 )

Ketika Nabi ditanya terkait dengan ayat ini, “apakah mereka menyembah para rahib dan pendeta sehingga dikatakan menjadikan mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah?” Nabi menjawab, “tidak”, “Mereka tidak menyembah para rahib dan pendeta itu, tetapi jika para rahib dan pendeta itu menghalalkan sesuatu bagi mereka, mereka menganggapnya halal, dan jika para rahib dan pendeta itu mengharamkan bagi mereka sesuatu, mereka mengharamkannya“

Pada riwayat yang lain disebutkan, Rasulullah bersabda ”mereka (para rahib dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)

Al Hafidh Imam Nawawi menjelaskan bahwa sebagaimana Rasul shallallahu alaihi wasallam menyukai puasa di bulan haram, dan rajab adalah termasuk bulan haram, maka puasa di bulan rajab adalah mulia

Diriwayatkan dalam sunan Abi Dawud bahwa Nabi menyunnahkan puasa di bulan haram dan rajab termasuk padanya (Syarh Nawawi ala shahih Muslim Juz 7 hal 60) dan berkata Al Hafidh Imam Assyaukaniy bahwa disunnahkannya puasa di bulan rajab (Naylul Awthar Juz 4 hal 333).

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa yg menolak sunnahku maka bukan dari golonganku" (Shahih Bukhari).

Berpuasa bulan Rajab hukumnya sunnah berdasarkan hadits yang menganjurkan sunnahnya berpuasa secara umum dan sunnahnya puasa pada bulan-bulan haram. Dan Rajab termasuk bulan haram secara ijmak (kesepakatan ulama).

- Berpuasa pada sebagian bulan Rajab tidak sebulan penuh hukumnya sunnah menurut kesepakan madzhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali).

- Tetapi mengkhususkan berpuasa sebulan penuh pada bulan Rajab--sementara bulan haram lain tidak--adalah makruh menurut sebagian ulama. Dan tetap sunnah menurut sebagian ulama yang lain.

Wassalam

Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830











































hti , hizbut tahrir indonesia, hizbut tahlil indonesia, hizbut tahlil, nkri, hti, hti, HTI, hti-indonesia. hti.com, hti.blogspot.com, www.hizbut-tahlil.blogspot.com hti tahlilan

Kamis, 24 Mei 2012

Dzikir (tahlil) berjamaah bukanlah bid'ah ( bidah dholalah )


Tahlil artinya LAILAHAILLALLAH. Sesuatu Zikir yg
menjabarkan Ketauhidan Alloh yg MAha Esa.
Dzikr Tahlil Berjamaah bukanlah sesuuatu yang
sesat atau bidah, sebagaimana yang dituduhkan
oleh HTI, Wahani dan faham sejenisnya.
Berikut dalilnya :
1. Hadits Qudsi berikut : Allah berfirman yang
artinya: Barang siapa yang menyebut (berdzikir)
kepada-Ku dalam kelompok yang besar
(berjamaah), maka Aku (Allah) akan menyebut
(membanggakan) nya dalam kelompok
(malaikat) yang lebih besar (banyak) pula (HR.
Bukhari-Muslim)

2.Berkata Imam Attabari : “Tenangkan dirimu
wahai Muhammad bersama sahabat sahabatmu
yang duduk berdzikir dan berdoa kepada Allah di
pagi hari dan sore hari,mereka dengan
bertasbih, tahmid, tahlil, doa doa dan amal amal
shalih dengan shalat wajib dan lainnya, yang
mereka itu hanya menginginkan ridho Allah swt
bukan menginginkan keduniawian” (Tafsir Imam
Attabari Juz 15 hal 234)
3. Dari Abdurrahman bin sahl ra, bahwa ayat ini
turun sedang Nabi saw sedang di salah satu
rumahnya, maka beliau saw keluar dan
menemukan sebuah kelompok yang sedang
berdzikir kepada Allah swt dari kaum dhuafa,
maka beliau saw duduk bersama berkata seraya
berkata : Alhamdulillah… yang telah menjadikan
pada ummatku yang aku diperintahkan untuk
bersabar dan duduk bersama mereka” riwayat
Imam Tabrani dan periwayatnya shahih (Majmu’
zawaid Juz 7 hal 21)
Sekapur sirih :
Sekadar berbagi kisah nyata dtempat tinggal
saya, tepatnya bulan juli tahun lalu. Ada
tetangga sy yg pnya prinsip sama sprti mas Abu
Mulia, tidak suka dg tahlilan, dan anti ziarah
kubur. Stiap kali ada undangn utk tahlilan dia
tdk pernah hadir. Dan akhirnya ktika ibunya
wafat, tidak bnyk yg ta’ziyah k sohibul musibah,
dmikian jg ktika pemakaman, pad nganter tp tak
satupun yg mendo’akan jenazahnya, tp lngsung
pulang k rmh msing2. Ktika keluarganya (yg
kbnyakn dr luar kota) pd nanya, kok cma
takziyah doang, knp ga brdo’a utk bu fulanah?
Lalu ada tmn sy yg nyletuk, soalnya kata pak
fulan(tetangga sy itu) do’a untk mayit ga
mungkin nyampe, itu bid’ah, krn tidak ada
dasarnya dri Rosulullah, Bu!
Nah lho?
Sy hnya tertawa dlm hati, cmpur prihatin.
Prihatin krn mlihat prosesi pemakamannya kok
sama ky nguburin gajah mati. Hehehe..
( Irul)

2.

Selasa, 22 Mei 2012

Pandangan ASWAJA Mengenai Tahlil


Secara lughah tahlilan berakar dari kata hallala (هَلَّلَ) yuhallilu ( يُهَلِّلُ ) tahlilan ( تَهْلِيْلاً ) artinya adalah membaca “Laila illallah.”  Istilah ini kemudian merujuk pada sebuah tradisi membaca kalimat dan doa- doa tertentu yang diambil dari ayat al- Qur’an, dengan harapan pahalanya dihadiahkan untuk orang yang meninggal dunia. Biasanya tahlilan dilakukan selama 7 hari dari meninggalnya seseorang, kemudian hari ke 40, 100, dan pada hari ke 1000 nya. Begitu juga tahlilan sering dilakukan secara rutin pada malam jum’at dan malam-malam tertentu lainnya.Bacaan ayat-ayat al-Qur’an yang dihadiahkan untuk mayit menurut pendapat mayoritas ulama’ boleh dan pahalanya bisa sampai kepada mayit tersebut. Berdasarkan beberapa dalil, diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainnya;
عَنْ سَيِّدِنَا مَعْقَلْ بِنْ يَسَارْ رَضِيَ الله عَنْهُ اَنَّ رَسُولَ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَ : يس قَلْبُ اْلقُرْانْ لاَ يَقرَؤُهَا رَجُلٌ يُرِيْدُ اللهَ وَالدَّارَ اْلاَخِرَة اِلاَّ غَفَرَ اللهُ لَهُ اِقْرَؤُهَا عَلَى مَوْتَاكُمْ )رَوَاهُ اَبُوْ دَاوُدْ, اِبْنُ مَاجَهْ, اَلنِّسَائِى, اَحْمَدْ, اَلْحَكِيْم, اَلْبَغَوِىْ, اِبْنُ اَبِىْ شَيْبَةْ, اَلطَّبْرَانِىْ, اَلْبَيْهَقِىْ, وَابْنُ حِبَانْ
Dari sahabat Ma’qal bin Yasar r.a. bahwa Rasulallah s.a.w. bersabda : surat Yasin adalah pokok dari al-Qur’an, tidak dibaca oleh seseorang yang mengharap ridha Allah kecuali diampuni dosadosanya. Bacakanlah surat Yasin kepada orang-orang yang meninggal dunia di antara kalian. (H.R. Abu Dawud, dll)
Adapun beberapa ulama juga berpendapat seperti Imam Syafi’i yang mengatakan bahwa
وَيُسْتَحَبُّ اَنْ يُقرَاءَ عِندَهُ شيْئٌ مِنَ اْلقرْأن ,وَاِنْ خَتمُوْا اْلقرْأن عِنْدَهُ كَانَ حَسَنًا
Bahwa, disunahkanmembacakan ayat-ayat al-Qur’an kepada mayit, dan jika sampai khatam al-Qur’an maka akan lebih baik.

Bahkan Imam Nawawi dalam kitab Majmu’-nya menerangkan bahwa tidak hanya tahlil dan do’a, tetapi juga disunahkan bagi orang yang ziarah kubur untuk membaca ayat-ayat al-Qur’an lalu setelahnya diiringi berdo’a untuk mayit.
Begitu juga Imam al-Qurthubi memberikan penjelasan bahwa, dalil yang dijadikan acuan oleh ulama’ kita tentang sampainya pahala kepada mayit adalah bahwa, Rasulallah saw pernah membelah pelepah kurma untuk ditancapkan di atas kubur dua sahabatnya sembari bersabda “Semoga ini dapat meringankan keduanya di alam kubur sebelum pelepah ini menjadi kering”.
Imam al-Qurtubi kemudian berpendapat, jika pelepah kurma saja dapat meringankan beban si mayit, lalu bagaimanakah dengan bacaan-bacaan al-Qur’an dari sanak saudara dan teman-temannya Tentu saja bacaan-bacaan al-Qur’an dan lainlainnyaakan lebih bermanfaat bagi si mayit.
Abul Walid Ibnu Rusyd juga mengatakan

وَاِن قرَأَ الرَّجُلُ وَاَهْدَى ثوَابَ قِرَأتِهِ لِلْمَيِّتِ جَازَ ذالِكَ وَحَصَلَ لِلْمَيِّتِ اَجْرُهُ
Seseorang yang membaca ayat al-Qur’an dan menghadiahkan pahalanya kepada mayit, maka pahala tersebut bisa sampai kepada mayit tersebut.
KH. Abdul Manan A.Ghani (Ketua Lembaga Ta'mir Masjid PBNU

Dalil - Dalil Tahlilan ( Tahlil )


Tahlilan haram.....!!!!!!! 
kata siapa.....???

 
TAHLILAN berasal dari kata hallala, yuhallilu,
tahlilan, artinya membacakan kalimat La Ilaha Illalloh.

Seperti yang tertera dalam Lisanul ’Arab bagi Ibnu Mandzur Al-Ifriqy juz XIII sebagai berikut

ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﻠﻴﺚ ﺍﻟﺘﻬﻠﻴﻞ ﻗﻮﻝ ﻻﺍﻟﻪ ﺍﻻ ﺍﻟﻠﻪ 
”Telah berkata Allaits :arti Tahlil adalah mengucapkan ﻻﺍﻟﻪ ﺍﻻ ﺍﻟﻠﻪ 
Dan yang perlu kita ketahui adalah semua rangkaian kalimat yang ada dalam Tahlil diambil dari ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi yang pahalanya dihadiahkan untuk si mayyit.Tahil ini dijalankan berdasar pada dalil-dalil.

DALIL YANG PERTAMA ;
(Al-Tahqiqat, juz III. Sunan an-Nasa’i, juz II)
ﻗﺎﻝ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻣﻦ ﺃﻋﺎﻥ ﻋﻠﻰ ﻣﻴﺖﺑﻘﺮﺍﺀﺓ ﻭﺫﻛﺮﺍﺳﺘﻮﺟﺐﺍﻟﻠﻪ ﻟﻪ ﺍﻟﺠﻨﺔ
ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺪﺍﺭﻣﻰ ﻭﺍﻟﻨﺴﺎﺉ ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ)
Barang siapa menolong mayyit dengan membacakan ayat-ayat Al-Qur’an dan dzikir, maka Alloh memastikan surga baginya.”
(HR. ad-Darimy dan Nasa’I dari Ibnu Abbas)

DALIL YANG KEDUA
(Tanqih al-Qoul)
ﻭﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ ﺗﺼﺪﻗﻮﺍﻋﻠﻰ ﺃﻧﻔﺴﻜﻢ ﻭﻋﻠﻰ ﺃﻣﻮﺍﺗﻜﻢ ﻭﻋﻠﻰ ﺃﻣﻮﺍﺗﻜﻢ ﻭﻟﻮﺑﺸﺮﺑﺔ ماﺀﻓﺎﻥ ﻟﻢ ﺗﻘﺪﺭﻭﺍ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﻓﺒﺄﻳﺔ ﻣﻦ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﺎﻥ ﻟﻢ ﺗﻌﻠﻤﻮﺍﺷﻴﺌﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﻘﺮﺀﺍﻥ ﻓﺎﺩﻋﻮ ﻟﻬﻢ ﺑﺎﻟﻤﻐﻔﺮﺓ ﻭﺍﻟﺮﺣﻤﺔ ﻓﺈﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻋﺪﻛﻢ ﺍﻹﺟﺎﺑﺔ
Bersedekahlah kalian untuk diri kalian dan orang-orang yang telah mati dari keluarga kalian walau hanya air seteguk. Jika kalian tak mampu dengan itu, bersedekahlah dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Jika kalian tidak mengerti Al-Qur’an, berdo’alah untuk mereka dengan memintakan ampunan dan rahmat. Sungguh,  ﺗﻌﺎﻟﻰ الله  telah berjanji akan mengabulkan do’a kalian.”

DALIL YANG KETIGA ;
(Kasya-Syubhat li as-Syaikh Mahmud Hasan Rabi)
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻨﻮﻭﻱ ﻓﻰ ﺷﺮﺡ ﺍﻟﻤﻬﺬﺑﻰ ﻳﺴﺘﺤﺐ ﻳﻌﻨﻰﻟﺰﺍﺋﺮ ﺍﻷﻣﻮﺍﺕ ﺃﻥ ﻳﻘﺮﺃﻣﻦ ﺍﻟﻘﺮﺀﺍﻥ ﻣﺎﺗﻴﺴﺮﻭﻳﺪﻋﻮﻟﻬﻢ ﻋﻘﺒﻬﺎﻧﺺ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻰﻭﺍﺗﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻷﺻﺤﺎﺏ
“Dalam Syarah al-Muhamdzdzab Imam
an-Nawawi berkata:
Adalah disukai seorang berziarah kepada orang mati lalu membaca ayat-ayat al-Qur’an sekedarnya dan
berdo’a untuknya.
Keterangan ini diambil dari teks Imam Syafi’I dan disepakati oleh para ulama yang lainnya.”


DALIL KEEMPAT ;
ﺇﻗﺮﺀﻭﺍ ﻋﻠﻰ ﻣﻮﺗﺎﻛﻢ ﻳﺴﻰ
(ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺣﻤﺪ ﻭﺍﺑﻮﺩﺍﻭﺩ ﻭﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ ﻭﺍﺑﻦ ﺣﺒﺎﻥ ﻭﺍﻟﺤﺎﻛﻢ
Bacalah atas orang-orangmu yang telah mati, akan Surat Yasin” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah,
Ibnu Hibban, dan Alhakim)


DALIL KELIMA ;
(Fathul mu’in pada Hamisy I’anatuttholibin, juz III)
ﻭﻗﺪ ﻧﺺ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻰﻭﺍﻷﺻﺤﺎﺏ ﻋﻠﻰ ﻧﺪﺏﻗﺮﺍﺀﺓ ﻣﺎ ﺗﻴﺴﺮﻋﻨﺪﺍﻟﻤﻴﺖ ﻭﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻋﻘﺒﻬﺎﺍﻯ ﻻﻧﻪ ﺣﻴﻨﺌﺬ ﺍﺭﺟﻰﻟﻼﺟﺎﺑﺔ ﻭﻻﻥ ﺍﻟﻤﻴﺖ ﺗﻨﺎﻟﻪﺑﺮﻛﺔ ﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ﻛﺎﻟﺤﻲﺍﻟﺤﺎﺿﺮ

“Dan telah menyatakan oleh Assyafi’I dan Ashab-nya atas sunnah membaca apa yang mudah di sisi mayit,
dan berdo’a sesudahnya, artinya karena bahwasanya ketika itu lebih diharapkan diterimanya, dan karena bahwa mayyit itu mendapatkan barokah qiro’ah seperti orang hidup yang hadir.”
Dan masih banyak dalil-dalil lain....